Kamis, 06 Agustus 2015

Mewujudkan Mimpi yang Tertunda, Terbang ke Nias bersama Garuda Indonesia

Garuda Indonesia sudah menunggu untuk mewujudkan mimpimu :) (Foto : Bandara Kualanamu, Dok. Pribadi)
Cita-cita untuk menjelajahi Tano Niha ini sebenarnya sempat tertunda dua tahun yang lalu. Iya dua tahun lalu, padahal posisiku saat itu sudah berada di Bandara Kualanamu – Medan. Yasudahlah, mungkin belum jalan-Nya kali ya. Tapi setelah pengalaman itu Aku selalu berkata dalam hati; “suatu saat Aku akan menjejakan kaki di pulau yang penuh dengan simbol kebangsawanan itu”, batinku. Karena keterbatasan waktu, sedikitnya penerbangan yang melayani rute ini ditambah  jauhnya lokasi (jika menggunakan transportasi darat) menjadi alasannya. Dari Medan saja perjalanan akan ditempuh selama 9-10 jam ke Sibolga. Menyeberang 9 jam dengan kapal laut menuju Gunung Sitoli, belum lagi ditambah 3 jam perjalanan ke Kabupaten Nias Selatan menambah daftar panjang itinerary yang harus Aku lalui. Senang rasanya ketika Destinasi Impianku masuk dalam rute penerbangan maskapai terbaik kebanggaan negeri ini, Garuda Indonesia. Pastinya akan menghemat 90% perjalan yang panjang itu bukan? Entah mengapa keindahan Nias beserta sejarah, budaya & penduduknya sungguh menginspirasiku. Menurutku, segala potensi Nias masih sangat minim dari bebasnya hingar bingar publikasi saat ini.
 Yaudahlah ya, maksudnya biar lega gitu walaupun belum kesampaian kesana, hhe.. (Foto bersama salah satu karya fotography bertemakan Nias di ruang tunggu Bandara Kualanamu Medan)
Setelah adanya penerbangan dari dan ke Bandara Binaka-Nias oleh Garuda Indonesia, serasa lebih dekat aja menuju Destinasi Impian. Semacam kesempatan kedua untuk mewujudkan mimpi yang tertunda. Jika posisiku sekarang berada di Ibukota Provinsi Maluku, jadi kebayang kan bagaimana jauhnya perjalanan menuju pulau yang terkenal dengan atraksi lompat batunya itu. Petualangan ini setidaknya akan menempuh perjalanan selama 5 jam, melintasi perubahan 3 zona waktu akan menjadi ekspedisi yang seru! Ambon, Makassar, Jakarta, Medan, Nias-Gunung Sitoli, sudah bisa dipastikan siapapun akan mengalami jetlag ringan di negeri sendiri, jhehe.. Capek lelahnya perjalanan membelah garis katulistiwa dari Maluku ke Sumatra Utara sudah pasti tak terpungkiri. Tapi Aku yakin, terbang bersama maskapai terbaik kebanggan Indonesia ini lelahnya perjalanan bakal berbanding terbalik dengan Kenyamanan Kelas Dunia yang akan didapatkan. Interior kabin Garuda Indonesia memang didesain khusus demi menyediakan beragam kebutuhan bagi siapa saja yang berada di dalamnya. Ingat iklan Garuda Indonesia dengan perbandingan seseorang yang lagi ribet sama bangku kabinnya kan? Yo’i, space area tempat duduk penumpang yang didesain secara ergonomis membuat perjalanan panjang akan lebih nyaman karenanya.  Segala fasilitas 5 Star Airlines juga menjadi nilai tambah bagi siapapun yang terbang bersama maskapai jajaran 10 besar dunia ini. Kalau Aku sih lebih senang menyebutnya dengan fasilitas hotel berbintang yang terbang di atas awan,hehe.. Mau kemanapun juga ayo aja, menikmati segala kemudahan dan kenyaman di dalam kabin, tinggal “merem” (dengan posisi ganteng) bentar aja pasti nggak terasa jauhnya jarak tempuh perjalanan. Pastinya yang menambah semangatku untuk datang ke Nias adalah Bawömataluo Expo yang baru dicanangkan dua tahun belakangan ini (Desa Bawömataluo sedang dimasukan ke dalam Situs Warisan Dunia) dan beberapa destinasi spot surfing’nya yang tersohor itu. Suatu embrio eko wisata dari masyarakat daerah yang menurutku layak untuk diapresiasi. Sepertinya dengan adanya penerbangan Garuda Indonesia akan membuka pintu gerbang pariwisata yang ada di kepulauan ini. Terbang ke Nias bukan dengan pesawat kertas, namun terbang ke Nias bersama Garuda Indonesia akan sebanding dengan pengalaman yang berkesan dan menjadi petualangan yang tak akan terlupakan. Untuk mewujudkan semua itu seketika Aku tersadar, Aku harus mulai menabung dari sekarang.
Akan kembali ke kursi itu (lagi) sembari menunggu penerbangan ke Gunung Sitoli-Nias :) (Foto : Ruang tunggu Bandara Kualanamu, Dok.Pribadi)
Tulisan di blog ini, saya ikut sertakan dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh Garuda Indonesia

Selasa, 16 Juni 2015

Memuja Keindahan Manusela


48 Jam Perjalanan
          Rekan-rekan seperjalanan kembali menanyakan “update” tentang pengalaman yang harus segera di posting di #jejakakibeta itu rasa’nya..antara senang dan semangat kembali mengarang indah (rangkaian kata) di blog bisa jadi PR yang harus segera Beta selesaikan. Sawai, Saleman, Ora, merupakan satu paket Dream Destination yang di bungkus dalam balutan indahnya Taman Nasional Manusela yang luar biasa juara! Juara karena di tempat inilah habitat 117 spesies burung dan biota laut hidup dan berkembang, warisan berharga untuk anak cucu kita kelak. Berawal dari obrolan ringan dengan rekan-rekan kantor api ini membesar dengan sendirinya dan peserta’pun banyak yang bergabung baik dari internal rekan kantor maupun dari group FB Moluccan Backpacker. Para peserta satu per satu ter-eliminasi. Estimasi share cost yang awalnya hanya Rp.350.000 berubah menjadi Rp.500.000 karena beberapa pertimbangan (pertimbangan lokasi yang jauh & rental mobil) adalah salah satu alasannya, pun tidak menyurutkan niat kami untuk tetap ikut berdarmawisata,hha.. Pastinya foto-foto di sosial media menjadi racun yang harus segera dicari obat penawarnya; apalagi kalau bukan datang ke TKP dan melihat langsung keindahan Pantai Ora yang tersohor itu dengan mata kepala sendiri,hhe.. Berangkat dengan moda transportasi mobil menjadi sesuatu yang “mewah” bagi backpacker gaya kere seperti Beta ini. Mewah? Oke, sepertinya Beta harus menarik kata “mewah” untuk trip kali ini. Karena diakhir acara, Beta tersadar bahwa perjalanan ini telah memakan waktu setidaknya 48 jam. Dengan budget yang berhasil membuat nyali peserta menciut itu sangat sebanding dengan pengalaman sekali seumur hidup yang baru saja Beta alami (eh ralat) Dua atau Tiga kali pengalaman kesana lagi sepertinya boleh juga,hhe.. 

Suli, Hunimua, Waipirit, Tihulale

         Berangkat pukul 18.00 WIT, kami bertolak dari Ambon, Negeri Suli menuju Pelabuhan Hunimua. Sebenarnya untuk menuju Taman Nasional Manusela (dengan tujuan utama Pantai Ora) bisa ditempuh melalui 2 jalur pelabuhan dari Ambon (Pelabuhan Tulehu & Waipirit) yang memang sedianya melayani penyebrangan ke Pulau Seram. Di pelabuhan Tulehu tersedia Feri cepat untuk penyeberangan penumpang, sementara kendaraan bermotor roda dua atau lebih dilayani di Pelabuhan Hunimua dengan pemberhentian di Pelabuhan Waipirit yang ditempuh selama 2  jam. Dengan total rombongan 14 orang (diantara’nya adalah dr.Jessy dari Makassar & Caryl yang kebetulan sedang pulang kampung ke Ambon setelah sekian lama tinggal di Ibu Kota) yang kemudian dibagi menjadi 2 team yang masing-masing 7 orang dalam setiap mobil. Berangkat antara pukul 19.30 WIT kami tiba di Pelabuhan Hunimua Pulau Seram pukul 21.30, yang kemudian langsung dilanjutkan menuju rumah salah satu kolega Bung Glen Wattimury untuk singgah sebelum menempuh perjalanan keesokan pagi’nya. (Siapa Bung Glen, sudah Beta ceritakan di trip Pulau Osi ya,,hhe). Sayup-sayup suara khas terompet terdengar dari kejauhan saat kami tiba di Negeri Tihulale. Ternyata suara tersebut terdengar dari gereja kecil di tengah desa dimana beberapa jemaat sedang berlatih untuk persiapan acara Paskah April mendatang. Akulturasi budaya barat (Portugis & Belanda) memang sangat mempengaruhi budaya masyarakat di Maluku khususnya dalam tata cara peribadatan Nasrani (NO SARA). Karena ini pengalaman baru bagi Beta, sebenarnya moment ini kesempatan langka buat diabadikan. Namun sayang sekali, Beta tidak bisa mendokumentasikan moment special ini, karena selepas kami rehat sejanak aktivitas tersebut telah selesai terlebih dahulu. Sehabis ramah tamah & bersilaturahmi dengan kolega Bung Glen, kami beristirahat karena sudah diperingatkan bahwa perjalanan yang akan kami tempuh esok hari akan cukup menyita waktu & tenaga kami.

Terjebak di jembatan kayu, tanjakan Manusela, hingga planing Alternatif
            Berangkat pukul 05.30 WIT, kami meninggalkan Negeri Tihulale menuju Sawai yang standarnya biasa ditempuh dengan waktu 3,5 jam dan jika dari Pelabuhan Waipirit setidaknya menempuh sampai 4 jam perjalanan. Wow, menuju surga tersembunyi ini ternyata lumayan jauh ya. Seperti trip sebelumnya ke Pulau Osi, sepanjang perjalanan Beta banyak menemui pohon kelapa dan sagu sebagai tumbuhan endemik yang berada di Pulau Seram ini. Tidak hanya itu saja, puluhan jembatan telah kami lalui untuk menuju lokasi hingga satu waktu mobil yang kami tumpangi terperosok ke dalam jembatan dengan landasan bantalan kayu yang tengah direnovasi. Kami bahu-membahu untuk mendorong mobil tersebut, tak berapa lama mobil’pun selamat. Lumayan’lah sebagai pemanasan di awal perjalanan, yang pasti kami harus lebih berhati-hati jika melewati jembatan ini sepulangnya dari Sawai nanti. Saat yang paling seru (sebenarnya saat-saat dimana perut mual dubuatnya) adalah saat Kami melalui tanjakan menuju Taman Manusela. Ok, tanjakan ini memang sesuai dengan namanya, berada di sisi tebing dengan kelokan tajam layaknya huruf “S Double” merupakan satu bagian dari perjalanan yang wajib kami lalui. Jalanan yang mulus dengan kelokan tajam justru membuat driver mobil kami tertantang, dengan kecepatan 70-80KM/Jam memanuver layaknya Fast & Furiust (alah) awalnya memang seru dan Beta’pun sebenarnya menikmati’nya. Keseruan tersebut berubah saat Beta tersadar bahwa tanjakan ini harus kami lalui setidaknya 2 jam, dan harus melalui jalan yang sama saat kami pulang nanti,jhahahahaha.. (tertawa apes T-T). Menempuh perjalanan dengan kecepatan tinggi membuat kami tidak sadar bahwa kami telah melalui 2 cabang arah jalan dengan tujuan yang berbeda (Negeri Sawai & Negeri Saleman). Sebenarnya arah awal tujuan kami menuju Sawai karena sedianya kami akan menginap di sana, setelah beberapa pertimbangan kami tetap melanjutkan perjalanan menuju Saleman kemudian menyeberang dengan menggunakan kapal motor menuju Sawai. Memasuki Negeri Saleman teman-teman akan dihadapkan dengan jalan yang kurang bersahabat. Kondisi alam membuat beberapa titik jalan longsor & berlubang karena curah hujan yang cukup intens di kawasan ini. 
Kondisi jalan menuju Saleman
Welcome to Saleman :)
Setibanyan di lokasi, kami mulai mencari informasi dengan penduduk sekitar tentang penyebrangan kapal motor baik menuju Sawai maupun Pantai Ora. Kami tiba dengan selamat di Saleman antara pukul 08.30 WIT.

Service as Family di Lisar Bahari Resort-Sawai
            Layaknya kampung pesisir, masyarakat Saleman mayoritas mengandalkan hasil laut sebagai mata pencaharian mereka. Tidak hanya itu saja, Beta juga melihat aktivitas menjemur kacang kenari sebagai salah satu hasil alam yang tengah diolah dengan cara dikeringkan. 
Kacang kenari, ini mahal lo kalo di Eropa sono..
Kalian harus siapin waktu setidaknya 1 minggu untuk eksplorasi semua tempat di papan itu :))
Setelah mencari informasi (dan bernegosiasi) akhirnya kami menyewa dua buah perahu motor dengan tarif@ Rp. 300.000 untuk menuju tempat dimana kami akan menginap (Lisar Bahari Resort). Sebenarnya point yang ingin Beta share ke teman-teman para travelers bahwasanya dari Saleman kita dapat melihat jelas Pantai Ora plus deretan resort’nya cantik yang tersohor di dunia maya itu. Ternyata banyak pilihan wisata yang teman-teman bisa pilih saat mendatangi Saleman. Sorkling, hiking, bird watching, tapi siapkan waktu setidaknya seminggu untuk eksplorasi semua tempat di sini ya. Dari dermaga Ora Beach sih terlihat biasa saja, palingan menyeberang dengan kapal motor 10 menit juga sampai di Ora. Istimewa itu ketika Beta menuju Sawai bersama rekan-rekan lain dan menyadari bahwa Saleman-Ora-Sawai terletak di antara gugusan pegunungan karst tropis purba yang keren! Sepanjang perjalanan menuju Sawai, teman-teman dalam rombongan tak henti-hentinya mengabadikan moment berharga ini di setiap kesempatan. 
Ora Beach Eco Resort, dari saleman cuman 10 menit menyeberang perahu motor :))
Laut di Saleman menuju Sawai relatif tenang karena terletak di teluk :)
Pegunungan karst dengan vegetasi alami'nya menjadi bagian dari Taman Manusela
Mantab!
Dengan kondisi laut yang relatif tenang, kami menempuh perjalan kurang lebih 20 menit hingga akhirnya tiba di Lisar Bahari Resort-Sawai. Karena konsep resort satu bungalow besar terdiri dari beberapa kamar, sangat direkomendasikan bagi teman-teman yang datang berombongan 4 orang atau lebih. Harganya’pun cukup terjangkau, satu orang diberandol Rp.300.000 rupiah selama satu malam (sudah termasuk 3 kali makan) & beberapa fasilitas lainnya yang ada di resort, salah satu’nya minum kopi sepuasnya,hhe..
 Sawai menyapa..
Lisar Bahari Resort - Sawai
Daftar harga & daftar beberapa stasiun TV yang pernah datang ke Sawai
Untuk sub headline ini sebenarnya murni bukan iklan, lebih tepatnya sebagai salah satu ucapan terimakasih baik dari kami secara rombongan maupun Beta secara personal kepada Pemilik resort, Bapak Ali. Makanan yang enak dengan olahan yang cukup beragam, discount untuk harga tempat kami menginap & sewa kapal motor, dan beberapa privilege yang diberikan kepada kami membuat Beta terbeban untuk membagikan segala kebaikan yang telah diberikan Beliau melalui Blog ini. Pastinya Beta ingin teman-teman juga mendapatkan pengalaman yang sama dengan apa yang kami rasakan. Kebaikan juga perlu disebarluaskan bukan, jangan lupa singgah di resort Beliau jika teman-teman berkunjung ke Sawai ya!
Jernih & bening, bisa langsung lompat & snorkling 
Sederhana, bersih, nyaman denan harga lumayan terjangkau *itu yang kita cari kan..hha.. :)
Ngopi sepuas'nya Bro!!
Ikan garupa bakar"segar",,hmm..
Monggo di nikmati Mas Bro :D
Panorama alam Saleman-Ora-Sawai (SOS) sangat indah dan menyenangkan untuk dieksplorasi. Selesai santap siang kamipun bergegas menyambangi beberapa tempat yang direkomendasikan oleh pengemudi kapal motor kami; Pulau Kasoari, Pulau Raja, Sumber Mata Air Tawar di tengah laut (maaf, Beta lupa namanya) dan beberapa tempat menarik di seputaran SOS. Destinasi pertama kami singgah di Pulau Kasoari. Pulau mandiri ini berada persis di tengah-tengah lautan luas dan memiliki pantai pasir putih bersih,,menuju lokasi ini juga butuh perjuangan melawan ombak pasang yang tinggi Mas Bro,semacam arung jeram dadakan yang sontak membuat satu perahu motor berdoa berjamaah..hhe.. Pulau ini bisa kita kelilingi hanya dengan berjalan kaki kurang dari 5 menit. 
Kapal motor? Kalau menurut Beta lebih tepat disebut "lesung",,"lesung" ini akan bergerak sesuai dengan gerak tubuh kita.. #Seketika doa berjama'ah naik "lesung" ini,,hha..
Deburan ombak mengantarkan perjalanan kami
Ok next stop, dan sepertinya ada yang ganjil, Beta tidak mendengar Pantai Ora masuk daftar kunjungan trip perahu motor kami. Wah,bahaya kalau tidak foto-foto di tempat yang membuat Beta termotivasi untuk jauh-jauh datang ke Ambon ini,hha.. Setelah berkomunikasi persuasif dengan rekan-rekan dan pengemudi kapal motor, akhirnya diputuskan juga untuk singgah dan men#jejakaki Ora Beach Eko Resort. Pastinya nggak nyangka Beta akhirnya singgah di tempat ini, setelah sekian lama deretan foto di Ora Resort ini wira-wiri dan menjadi obrolan hangat di social media Nusantara. Sayang cuaca kurang cerah dan gerimis, jika saja sedikit cerah pasti foto-foto yang kami ambil akan membuat kalian makin iri,,hhe.. FJI, menginap di Ora Beach Eko Resort, teman-teman harus bersiap dengan harga Rp700.000 per orang’nya per malam per bed. Dalam satu bungalow kecil terdapat double bed yang bisa kalian share dengan partner sekamar kalian. Pastikan harus booking jauh-jauh hari untuk bisa mendapatkan pengalaman menginap di Ora Beach Eko Resort ya!
Dermaga Ora Beach
Nggak nangka Beta bisa sampai sini *masih ga' percaya..
Bulan madu? atau mau menyepi dari keributan kota? Boleh :)
Puas mendokumentasikan setiap sudut resort ini, kami berniat kembali ke Sawai. Kagum dengan karst yang menjulang gagah di sepanjang perjalanan, kapal motor kami’pun terhenti di salah satu karts yang paling tinggi dengan air laut yang sangat jernih dan bening di bawah’nya. Dan byur, beberapa rekan kami tak tahan oleh rayuan bening’nya air laut di kawasan ini. Puas berenang & berfoto-foto, kami melanjutkan perjalanan ke titik menarik lainnya. Kami berhenti di Mata Air Tawar di tengah laut dan disinilah Beta kagum dengan filter alami yang dibuat oleh Sang Ilahi. Yo’i, pegunungan kapur ini berhasil menyaring ribun kubik air hujan menjadi sumber mata air yang melimpah termasuk juga di desa Sawai, dan seperti yang kita tahu, dimana ada air disitulah ada kehidupan. Datang ke SOS Beta belajar banyak hal tentang penting’nya menjaga kelestarian alam. Beta memulai’nya dengan sesuatu yang kecil yakni berkomitmen untuk tidak membuang sampah sembarangan dimanapun Beta berada. Selepas dari beberapa lokasi tersebut dan tiba di Sawai, kami beraktivitas bebas sembari bersih-bersih dan menunggu santap malam.


What a Special Morning
        “Selamat pagi Sawai – at Pulau Seram, Maluku” mungkin bisa menjadi update status Beta (andai saja sinyal SmartFr*n berguna di sini), karena pagi ini laut begitu teduh bermandikan cahaya mentari dimana ikan warna-warni bebas berlarian terlihat jelas dengan mata telanjang.  Sementara teman-teman yang lain asik bersnorkling,  Beta diajak oleh salah satu rekan men#jejakaki salah satu bukit di belakang perkampungan penduduk. Berjalan kurang lebih 300 meter dari tempat kami menginap, Beta dapat melihat dengan jelas perkampungan Sawai dari sisi atas bukit. Wow, di bukit inilah SD Inpres Sawai berada dan sepertinya anak-anak Sawai boleh berbangga dengan potensi alam yang akan mereka warisi kelak. Dan Beta yakin, anak-anak disini pasti sekolah dengan semangat, karena setiap pagi disambut pemandangan istimewa nan menawan!
Melihat Sawai dari atas bukit, Beta serasa di Aceh,, hhe..
Sekolah dengan landscape alam, anak-anak pasti ceria setiap hari :)
Meninggalkan #jejakaki dulu,hhe.. *ini bukan iklan sandal lo ya..
Sekembalinya menuju penginapan, kami penasaran dengan adanya sungai kecil yang membelah desa ini. Benar saja, sumber mata air tawar begitu melimpah muncul ke atas permukaan tanah yang tentu saja berasal dari pegunungan karst di atas’nya. 
Sumber mata air tawar diantara pemikiman penduduk
Capek, senang, puas, kini saatnya kami menyambut hari dimana kami harus kembali pulang yang pastinya kembali dengan kesibukan harian kami. Sepertinya kami sudah betah dan ingin berlama-lama di tempat dimana kami menginap ini. Alam yang masih bersih ditambah suasana tenang ala pedesaan pesisir tentunya tidak bisa didapatkan di kota membuat enggan untuk beranjak. Kapal motor bersiap mengantarkan kami pulang kembali di tempat mobil kami yang sepertinya juga sedang melepas lelah sejenak di Saleman,hhe.. Kondisi laut yang sangat-sangat tenang dan cuaca pagi yang hangat berhasil membuat landscape alam SOS sangat indah. “Golden Hours” kalo temen-temen fotografi bilang, moment yang tepat untuk mengabadikan pemandangan alam.
Morning Sawai..
On The Way - Saleman
Speechless, kagum dengan cipta'an Nya

Niatnya pose gaya survivor gitu, jatuh'nya malah mirip ABK kapal.. hadeeh..
Bersama keluarga Backpacker Maluku, Mantab!!
Sesampainya di Saleman, kami bersiap untuk kembali pulang ke Ambon dan mengejar waktu agar tidak tertinggal kapal feri di pelabuhan Waipirit. Dan saat kepulangan ini’lah Beta kembali teringat akan jalan “tanjakan” itu (lagi)...Ok,Baiklah.... T-T

FJI (For Jejakakers Information)

  1. Negera indonesia adalah negara kepulauan, sangat disarankan untuk datang berombongan untuk megekploarsi setiap sudut yang ada di negeri ini, maksud'nya biar bisa shre cost,hhe.. :) 
  2. Menuju SOS terdapat tiga moda alternatif yang bisa rekan-rekan gunakan. Dari Pelabuhan Waipirit terdapat mobil Avanza yang disewakan secara rombongan menuju Waisai dengan tarif Rp.120.000 /orang. Sebenarnya menggunakan sepeda motor menuju Saleman / Sawai juga bisa, karena menempuh perjalanan yang cukup jauh, sewa Mobil dengan tarif Rp.1.000.000 secara kolektif sangat direkomendasikan.
  3. Datang ke SOS sebaiknya saat musim panas. Selain pemandangan alam dapat kita nikmati dengan bebas, kondisi jalan yang belum di aspal menjadi salah satu pertimbangan.
  4. Menuju beberapa destinasi menarik di SOS teman-teman harus menggunkan kapal motor. Tarif kapal motor Rp.400.000 (sebelum harga BBM naik), that’s why ke SOS baiknya rombongan pastinya agar bisa share biaya dengan satu rombongan team.
  5. Menginap di Ora pastikan untuk booking jauh-jauh hari. Terdapat 7 bungalow kecil & 1 bungalow besar yang berlokasi di bibir pantai dengan pemandangan alam yang indah, harga per orang’nya dikenakan Rp.700.000. 2 bungalow berlokasi di darat juga dapat disewa dengan harga yang lebih bersahabat.
  6. Menempuh perjalanan yang cukup jauh, mengunjungi SOS disarankan dengan estimasi waktu (minimal) 3 hari 2 malam.
  7. Bantu eco wisata tanah air dengan membeli beberapa produk lokal yang dijual oleh masyarakat setempat ya J
  8. Sangat direkomendasikan untuk membawa kamera under water & kamera DSLR bagi penikmat fotography.
  9. Untuk menumbuhkan 1 cm terumbu karang membutuhkan waktu setidaknya satu tahun. Mari ikut menjaganya dengan hanya meninggalkan #jejakaki, capture dokumentasi, dan buanglah sampah pada tempatnya even secuil bungkus permen sekalipun.

Kamis, 19 Maret 2015

Pantai Batu Lubang, Destinasi Tersembunyi di Sudut Pulau "Manise"

Rancangan Akhir Pekan


       Akhir pekan di Ambon, waktu yang berharga yang harus dimanfaatkan bener-bener apalagi bagi perantau’ers seperti Beta ini. Jauh hari setelah trip ke Pulau Osi, Beta kembali menjadi tukang kompor untuk memprofokasi temen-temen kerja di kantor yang memang kebetulan tinggal dan besar di Ambon. Tiap kali buka obrolan di kantor, pasti nggak jauh-jauh Beta selipkan mengenai asik’nya jalan-jalan  dan mendadak jadi orang yang kepo addicted mengenai suatu lokasi yang notabenya bisa Beta searching dengan mudahnya di Google,hhe.. Kegiatan memprovokasi Beta ke temen-temen sebenarnya cukup berhasil sih, tapi ya.. pada akhirnya cuman asik di obrolan yang pada hakekatnya tidak terwujud dengan mengantarkan Beta ke TKP (Tempat Kawasan Pariwisata) #Modus Tingkat Dewa,hha.. Hmm, tapi kalo sudah ngobrol & sharing dengan Bung Glen (Suhu’nya kepulauan Maluku yang satu ini memang Te-O-Pe) obrolan yang semula basa-basi harus segera dieksekusi. Ibarat kata, mau kemana ayo aja,, Nahh,,, Beta suka dengan gaya asik Beliau yang satu ini,,hhe.. Sabtu sore Beta kembali memastikan bahwa rencana kita untuk mengunjungi Pantai Batu Lubang harus jadi (dengan gaya sedikit memaksa),jhha.. Penasaran berat dengan lokasi ini setelah baca artikel di salah satu majalah dan diiming-imingi foto dari Beliau yang baru saja mengunjungi tempat tersebut beberapa waktu lalu. Beliau mengiyakan bahwa besok kami akan berangkat pukul 10 WIT  dengan moda transportasi Motor dengan 2 rekan kantor ane yang lainnya.

Hampir “Seng Jadi” Pigi
          Kesempatan emas yang berharga ini (alah),  hampir saja tidak tereksekusi karena 2 rekan kami yang lain mendadak tidak ada motor karena suatu alasan. Setelah 2 jam tidak ada kepastian, akhirnya kami memutuskan untuk berangkat. Berdua? Oh iya, kami ketambahan peserta cilik yang ikut dalam jalan-jalan kali ini. Putri Bung Glen yang lucu; Ivana sepertinya ingin turut serta melepas kangen dengan Ayah’nya yang memang selama 3 bulan terakhir ini tidak bertemu. Perjalanan kami di mulai dari lokasi Mess Beta di Natsepa. FJI, sebenarnya lokasi ini sangat mudah di jangkau karena lokasinya yang tidak jauh dari Bandara Pattimura – Ambon. Dari Bandara Pattimura, teman-teman bisa naik Oto ke jurusan Liliboi (Bilang saja mau ke Pantai Batu Lubang) dengan jarak tempuh 30 menit. Jika teman-teman dari Pusat Kota Ambon, teman-teman bisa menggunakan moda transportasi angkot “oto” dengan rute ke Passo,Tarif Rp.4.000,-, dari Passo bisa melanjutkan perjalanan dengan Oto ke Laha / Bandara Pattimura arah ke Liliboi. Perjalanan dari Kota ke Liliboi kurang lebih menempuh waktu antara 1 jam 15 menit. Menurut pantauan Beta, perjalanan dari kota semakin dekat ke lokasi jika pembangunan jembatan lintas kota – Universitas Pattimura sudah jadi, namun saat ini sedang tahap penyelesaian. Dari Passo menuju Liliboi di bulan – bulan Maret seperti ini teman-teman akan menemui banyak masyarakat yang menjual buah Manggis & Gandaria. Jika Makassar terkenal akan buah Merkisanya, buah Gandaria adalah salah satu buah endemik yang hanya akan teman-teman temui di kepulauan Maluku. Masuk ke kawasan Negeri Hatu, di sepanjang jalan Beta menemui banyak tanda salib yang berjajar rapi di sepanjang jalan desa. Rupanya masyarakat Ambon masih memegang teguh nila-nilai kerohanian (khususnya bagi Masyarakat Kristiani) dalam mengaktualisasikan hari-hari khusus keagamaan Kristen (NO SARA). Jadi, jangan heran ya kalau teman-teman datang ke Ambon di beberapa desa / dipinggiran kota dihiasi dengan ornamen-ornamen & lampion bertemakan kristiani, tanda’nya masyarakat sedang mempersiapkan / menyambut hari khusus keagaman.J 
Nyiur di sepanjang perjalanan di bibir pantai :)
Nampak sTanda Salib di sepanjang jalan
   Tiba di lokasi, sebenarnya sangat di luar ekspektasi Beta. Yang ada di benak Beta, lokasi ber-tempat parkir luas, ber-tiket & ber-tata layaknya tempat lokasi wisata kebanyakan. Yang ada lokasi ini masih sangat “Suci” Mas Brooo! Tanpa bayar alias gratis, parkir’pun kita masih melipir di pinggiran sisi jalan. Memasuki semak belukar berjalan setapak, Beta beberapa kali meyakinkan Bung Glen apakah kita berada di jalan menuju kebenaran,,hahaha... Toh tiba di lokasi Beta langsung terperanggah dengan kecantikan lokasi yang Beta sebut masih “Suci” ini.  Di atas bukit Batu Lubang, kita bisa melihat dua bagian yang kontras nan Indah. Di satu bagian Beta melihat Karang Berlubang yang tergerus oleh aktivitas alamiah, di sisi lain kita akan melihat cantiknya pantai berkerikil halus ditumbuhi vegetasi khas yang masih alami. Itu saja? Oh No,, lagi-lagi bening’nya air dan “kesucian” pantai ini membuat Beta terhasut untuk segera menyelami’nya..hha.. Anak-anak kecil bermain sampan, melompat dari rindangnya pohon yang menjorok ke laut melengkapi imajinasi Beta akan salah satu program televisi yang bertemakan anak-anak Nusantara. Hari Minggu seperti ini, Pantai Batu Lubang cukup ramai, namun Bung Glen yang memang sejak dulu mengenal lokasi ini berkata bahwa lokasi ini ramai baru-baru ini. Pastinya seiring dengan berkembangnya social media ya, membuat destinasi tersembunyi seperti ini dengan mudahnya disambangi. Karena dari bukit Batu Lubang ke pantai di bawahnya terlalu curam, kami memutuskan masuk melalui area jalan yang sudah ditata oleh warga sekitar dengan sumbangan sukarela saja. Beta kembai ke Natsepa setelah sebelumnya singgah terlebih dahulu di rumah Bung Glen dan bercengkrama dengan keluarga Beliau. Danke banyak-banyak untuk pengalaman kali ini Bung! Mantab!

  
Tolong jangan nodai "kesucian" & keindahan ini ya :))

Blusukan, jalan setapak menuju lokasi Batu Lubang,hhe..

Memandangi teluk Ambon nun kejauhan...

Batu Lubang, nampak atas (lumayan tinggi & dalam kalo di lihat dari atas gini)

Wide Screen :D

Vegetasi alami di bibir pantai berkarang :)

Gifo (Gila Foto),hhe.. :P 
FJI (For Jejakakers Information)
  1. Jalan halus mulus, sangat disarankan untuk menggunakan motor untuk menuju lokasi ini. Angkutan “Oto” ke tempat ini sebenarnya ada, namun dengan traffic yang relatih jarang.
  2. Lokasi ini akan menjadi milik kalian pribadi (sepi) jika kalian datang pada hari-hari biasa (tidak pada hari libur).
  3.  Jalan menuju sisi bukit batu lubang cukup curam, gunakan pakaian yang fleksibel. Tidak disarankan untuk memaksakan diri turun ke lokasi.
  4. Tidak ada warung, tidak ada ruang ganti pakaian. Bawa makanan secukup’nya (khususnya air minum) dan perlengkapan ganti yang fleksibel jika ingin menyelami “suci & biru’nya” pantai ini 
  5. Tinggalkan #jejakaki, capture dokumentasi, dan buanglah sampah pada tempatnya even secuil bungkus permen sekalipun.

Rabu, 11 Maret 2015

Jejakaki Pulau Osi

SEMACAM PROLOG



          Sudah banyak trip yang Beta Jejaki, dan Beta merasa berhutang pengalaman pada travel blogger maupun temen-temen backpacker yang telah memberikan banyak sekali informasi yang mengantarkan Beta ke beberapa destinasi di Indonesia.  Empat hari sebelum keberangkatan ke Pulau Osi di Kepulauan Seram-Maluku, Beta berjanji pada diri sendiri kalau perjalanan kali ini harus Beta rangkum dan posting dalam wujud sebuah blog, ya,,hitung-hitung sebagai share pengalaman dan balas budi Beta atas semua informasi yang Beta dapatkan selama ini J So pasti, Beta yakin informasi sekecil apapun akan sangat berguna bagi temen-temen para backpacker / low cost traveler yang sedang menyusun itinerary untuk mengunjungi tempat ini,hhe... Ok, cukup kata pengantarnya, kini kita kembali ke pohon :3   Belum genap satu bulan Beta kerja di Ambon (Baca postingan Beta tentang Ambon di sini>>) tapi rekan Bung (Bung Glen) yang kebetulan hobi jalan langsung nawarin Buat buat ke Pulau Osi. Yap, sebuah gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di Pulau Seram bagian selatan yang terkenal dengan hutan mangrove dan jembatan dermaga kayu’nya yang panjang. (Postingan tentang Pulau Osi juga bisa temen-temen baca di moluccanbackpacker.blogspot.com / FB : MoluccanBackpacker).  Sebenarnya perjalanan kali ini tidak bisa disebut sebagai trip sih, mungkin lebih tepatnya touring karena memang selama perjalanan kami menggunakan moda transportasi motor. Setengah enam sore waktu indonesia bagian timur, dan Beta masih sibuk dengan kerjaan greeting card ucapan tahun baru imlek yang belum juga di ACC oleh General Manager. Kelar kerjaan, Beta langsung bersiap untuk berangkat dan beruntunglah karena hal yang paling Beta khawatirkan tidak terjadi; ditinggal oleh rombongan ;-)) Terlambat 10 menit saja, mungkin Beta nggak akan bisa share pengalaman Beta di sini,,hhe. :-P   

SULI (NATSEPA)  – HUNIMUA, AMBON –> WAIPIRIT, PULAU SERAM

           Lokasi kerja Beta berada di Negeri Suli (desa / nama daerah disebut “negeri” oleh masyarakat Maluku), persis di sepanjang Pantai Natsepa yang berlokasi sekitar 45 menit perjalanan dari pusat Kota Ambon. Hujan mengiringi keberangkatan kami dari Suli hingga Pelabuhan ASDP Hunimua Ambon yang kami tempuh hampir satu jam. Tanpa persiapan jas hujan ataupun rain cover, kami terus melanjutkan perjalanan untuk mengejar keberangkatan kapal Feri yang dijadwalkan akan berangkat pukul 8 malam. Kami sepakat akan saling sharing cost dengan partner boncengan motor kami masing-masing. Menempuh perjalan dengan cuaca yang kurang bersahabat, akhirnya kami tiba di pelabuhan Hunimua sekitar pukul 7 WIT, tentu saja dengan keadaan berbasah-basahan,,hhe.. Tarif untuk penyeberangan Fery ASDP dikenakan ongkos Rp. 36.000,- untuk motor & Rp. 17.000,-  untuk Dewasa, sedangkan untuk anak-anak dikenakan tarif Rp.13.000,-. Sebenarnya Beta penasaran dengan jadwal penyebrangan Feri rute Hunimua – Waipirit, namun di loket  Beta tidak menemukan informasi detail tentang jadwal penyebrangannya. Mungkin tersembunyi di sisi lain ruang tunggu kali ya, padahal ini penting banget bagi kita-kita ini para traveller. 
KMP. Roka yang mengantarkan perjalanan kami dari Hunimua - Waipirit

Suasana dek penumpang di atas kapal

Harga tiket penumpang & kendaraan bermotor
Di dek kapal, kebetulan Beta ngobrol dengan salah satu anggota keluarga rekan kerja Beta di kantor yang memang tinggal di Pulau Seram. Pastinya kesempatan emas dong untuk cari tahu lebih banyak tentang destinasi wisata menarik di Pulau Seram, apalagi kalau bukan Pantai Ora yang terkenal itu dan Taman Nasional Manusela’nya yang indah,hhe..#Modus :-p Obrolan mengalir begitu asik hingga topik kami’pun beruntut tentang kuliner papeda sebagai salah satu makanan khas Ambon (yang ternyata ini adalah surprise saat Beta tiba di rumah Beliau). Walau hempasan angin laut sangat terasa di dek penumpang, perjalanan kami bisa dibilang cukup mulus dengan kondisi ombak yang relatif tenang. Perjalanan dari pelabuhan Hunimua Ambon – Waipirit Pulau Seram ditempuh dengan durasi waktu 2 Jam. Kami’pun lantas tiba di Waipirit Pulau Seram antara pukul 22.00 WIT.

PULAU SERAM, TAK SE”SERAM” NAMANYA
 WAIPIRIT – HATUSUA – WAISARISA – NURU – KAMAL – ETI –PIRU (PP)

         Setibanya di pelabuhan ASDP Waipirit, sepertinya cuaca masih belum menampakan tanda-tanda akan bersahabat. Ah, akhirnya menginjakan Pulau Seram juga batinku. Pulau yang selama ini cuman Beta baca di buku IPS sekolah dasar sebagai salah satu tempat penghasil rempah-rempah & tempat pengasingan para pendiri bangsa kita akhirnya bisa Beta sambangi. Keluar dari pelabuhan menuju jalan utama lintas pulu seram, kita akan di sambut dengan Pintu Gerbang dengan tulisan diatas’nya ; “Selamat datang di Bumi Saka Mese Nusa” yang artinya Jagalah Pulau ini Baik-baik”. Jika ke Kiri kita akan menuju Waisarisa & Piru, sedangkan jika ke arah berlawanan (kanan) kita akan menuju Kairu, Liang & Masohi. Pohon nyiur berusia puluhan tahun dengan tinggi antara 8-10 meter’an dan banyak’nya pohon sagu mengindikasi bahwa mayoritas masyarakat Pulau Seram mengkonsumsi sagu serta penghasil kopra yang mungkin saja salah satu yang terbesar di Indonesia. Bagi para pejalan, jangan pernah menyamakan segala kemudahan yang kita dapat di tempat kita tinggal dengan daerah yang baru saja kita jajaki. Jika di pulau Jawa Beta terbiasa dengan lampu penerangan di sepanjang jalan, lain di Pulau Seram dengan akses listrik yang terbatas dan lampu penerangan difokuskan hanya di desa / pemukiman penduduk saja. Kalau dipikir-pikir ngapain juga gitu kan menerangi hutan lebat di tengah jalan, pastinya akan boros listrik banget’kan ya,,hhe.. 
Setibanya di Pelabuhan Waipirit pukul 10 WIT

Isi bensin bensin dulu sebelum melanjutkan membelah lebatnya hutan sagu & kelapa di tengah Pulau Seram

Pohon kelapa banyak ditemui di Pulau ini, kopra adalah salah satu produk olahan'nya

"Selamat datang di Bumi Saka Mese Nusa", Filosofi yang artinya dalem banget. Mantab!
            Menempuh perjalanan antara 40 menit dari Waipirit, akhir’nya kami singgah di tempat tinggal Kakak yang sempat Beta ajak ngobrol di Kapal tadi, tepatnya di daerah Nuru. Tanpa sepengetahuan Beta, ternyata kakak tadi menghubungi kerabat’nya di rumah untuk menyiapkan menu papeda sebagai santapan makan malam kami. Finally makan papeda jua, Danke lai’e Kakak.:D Papeda sendiri berasa hambar, enak dimakan panas-panas ditemani sayur & lauk pendamping yang biasanya olahan ikan laut dengan bumbu kuning atau yang biasa kita sebut bumbu opor. Untuk menginap malam ini, rombongan kami’pun dibagi menjadi dua bagian. Rombongan wanita tetap tinggal, sementara rombongan para pria keren (LOL) menginap di salah satu rumah rekan kerja kami di kantor yang lokasinya tidak begitu jauh. Rejeki anak soleh, Tuhan paling mengerti kebutuhan anak Mess seperti ane ini,hhhe... Setibanya di rumah singgah kedua kami’pun kembali di jamu (lagi). Beginilah cara orang timur menerima tamu, makan malam dengan olahan menu yang melimpah ruah, Tuak/sopi sebagai penghangat (lebih tepatnya sebagai pengakrab suasana kali ya), dan tentu saja sajian musik local “alternatif” sebagai penghalau sepi’nya malam. Sebenarnya tradisi menjamu dan memuliakan tamu seperti ini sudah sering diceritakan panjang lebar oleh Ayah Beta yang kebetulan juga orang Timor (Flores) Yaa,,,namanya juga lahir dan besar di Jawa kan ya, pastinya perasaan Culture Shock juga dengan sambutan yang istimewa. Suguhan musik dengan volume yang tidak biasa di tengah sepi’nya malam serasa gimana gitu, sumpah Broo, kalau di kampung tempat tinggal Beta, minimal ditergur’lah oleh kepala RT,Hahha.. Namun aktivitas “hajatan sederhana” ini sudah lazim dilakukan oleh masyarakat jika ada kerabat ataupun acara seremonial keluarga. Begitulah loyalitas’nya orang timur, tamu dianggap sebagai Anak kandung sendiri yang harus disambut dengan hangat sebegitunya tiba di rumah :D Sementara rekan-rekan yang lain begadang sampai pagi, Beta memohon izin untuk istirahat terlebih dahulu (alasannya kenapa, baca postingan di bawah,,hhe..).

My first Papeda :)) Kenyal, hambar, makan harus disruput bukan dikunyah ya,, kata temen Beta,,hhe :)
Sound yang menemani kami semalaman sampai pagi,,Hhha.. :)

SAVANA INDAH GUNUNG MALINTANG

            Selamat pagi, daan... tebakan Beta benar, beberapa teman ane masih banyak yang masih tepar karena konsumsi olahan minuman tradisional (SOPI) yang berlebihan. Alhasil keberangkatan sempat tertunda sebentar sih,,hhe.. Rekan-rekan berangkat bergegas, Beta memilih autis mengendarai motor sendiri, mengambil posisi paling belakang dan beberapa kali terhenti untuk mengabadikan keajaiban alam Pulau Seram. Untuk sejenak Beta yakin bahwa Tuhan pasti sedang tersenyum saat menata alam Nusantara ini. Savana dengan rumput hijau’nya yang luas, terkadang ditumbuhi beberapa pohon aren tua di tengah’nya dan pohon kayu putih menjadi pengalaman yang tidak bisa tervisualisasikan dengan dokumentasi mata kamera di blog ini. Menuju ke Pulau Osi kita akan melewati Negeri Kamal dan Piru yang ditembuh sekitar 50 menit hingga sebelum akhirnya sampai di tempat tujuan.  Jalan masuk menuju Pulau Osi sedikit becek saat musim hujan, hingga di ujung jalan ini kita akan menemukan pintu gerbang yang menyatakan kita sudah sampai di Pulau Osi. Awalnya Beta heran kenapa di samping pintu gerbang ada pangkalan ojek bukannya loket masuk seperti lazim’nya tempat wisata yang lain. Belakangan Beta tau bahwa Pulau Osi adalah perkampungan nelayan yang terletak paling ujung diantara gugusan pulau-pulau kecil yang ada di sekitarnya. Dan pangkalan ojek’pun ternyata ada gunanya loh, mengantarkan para wisatawan ke ujung pulau tersebut melewati dermaga kayu yang ternyata sangat panjang Mas Broo,,,dermaga kayu yang kokoh tersebut hanya bisa dilalui oleh kendaraan bermotor roda dua. Dan panjang’nya nggak sembarangan, dari pintu gerbang hingga ujung Pulau Osi Beta hitung-hitung mungkin bisa sepanjang 2 KM. Mantab! Lagi-lagi Beta kepikiran, sebenarnya masuk ke lokasi ini bayar atau tidak karena sejak awal masuk kami tidak dikenakan retribusi sepeserpun. Hmm, atau mungkin kondisi hujan kali ya, soalnya sewaktu kami akan pulang tersedia kotak sumbangan masuk untuk satu motor Rp. 5.000,-. Di Pulau Osi kita akan menemukan beberapa penginapan kecil berkonsep resort di tengah laut dengan pemandangan laut Banda dan pegunungan di pulau Seram. Wah, sayang sekali cuaca berkabut, sebenarnya view landscape di sini sangat recomended di saat cuaca cerah. Buat kalian yang ingin mengunjungi Pulau Seram, disarankan pada waktu musim panas ya. Jadwal musim panas kepulauan Maluku bisa di cek di BMKG,,hhe.. :-p Tak jauh dari lokasi ujung pulau ini terdapat perkampungan nelayan Pulau Osi yang menyediakan olahan masakan ikan laut segar yang bisa dimakan di tempat. Per kilogram’nya’pun relatif terjangkau, mulai dari Rp. 100.000,-/Kg kita bisa menikmati ikan bakar ala Pulau Osi. Selesai bersantap ria, siapa yang tidak tergoda dengan birunya laut Seram yang berada di ujung dermaga pulau ini. Dan akhirnya “jump” Beta memilih untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyicipi asin’nya laut Seram langsung dari tempatnya sebelum kembali pulang ke Ambon,,Haha..
Savana indah di Gunung Malintang - Pulau Seram
Gerimis menemanui langkah kami, jalan lintas Seram bisa dibilang halus mulus,,hhe..
Gara-gara tempat ini, ane tertinggal jauh dari rombongan,,hhe.. 
Perjalanan menuju Pulau Osi, jalan tidak beraspal di tengah ladang penduduk

Hujan membuat tanah basah berlumpr,motor akan selip jika tidak berhati-hati
Pintu gerbang masuk menuju Pulau Osi, Welcome to Pulau Osi (ingat ya, disamping gerbang ini ada Pangkalan Ojek yang siap mengantar kalian menuju ujung Pulau Osi.
Rumah Tinggal penduduk Pulau Osi, mayoritas penduduk Pulau Osi beragama Muslim
Ikan Garupa segar yang Juaraa!
Pulau Osi :D Mungil dan indah
Biru dan bening, dan Betapun terbuai untuk menyelami'nya
FJI (For Jejakakers Information)

  1. Perhatian pemerintah terhadap beberapa Pulau kecil di Indonesia semakin baik termasuk di Kepulauan Seram. Kondisi jalan utama lintas pulau seram relatif mulus namun di beberapa jembatan masih menggunakan kayu sebagai landasannya.
  2. Angkutan (biasa disebut “Oto”) sebenarnya sudah banyak di Pulau Seram, karena kedatangan kita malam hari, jam mobilitas Oto’pun terbatas. Selain itu, perjalanan ke Pulau Osi yang jauh dari pemukiman menjadi pertimbangan kami untuk mengunakan motor.
  3.  Untuk akses listrik, pemantauan Beta selama disana tidak ada jadwal pemadaman bergilir. Masih aman’lah untuk aktivitas charger-mencharger gadget.
  4. Sediakan uang tunai yang cukup karena akan sulit menemukan ATM di tengah perjalan.
  5. Isi bensin full tank jika mengunakan motor, pastikan kendaraan prima dengan beberapa perlengkapan cadangan akan sangat membantu jika terjadi sesuatu di tengah perjalanan.
  6. Penyebrangan Feri tidak akan diberangkatkan jika cuaca buruk / kondisi alam tidak memungkinkan.
  7. Pantau BMKG (via Twitter @BMKG) untuk mengetahui update cuaca di wilayah Indonesia Timur khususnya Maluku – Kep. Seram.
  8. Tinggalkan #jejakaki, capture dokumentasi, dan buanglah sampah pada tempatnya even secuil bungkus permen sekalipun.