Rabu, 17 Agustus 2016

Terjebak di Ruang Nostalgia; Banda - Naira

17 Agustus 2015  

              Siapapun yang mendengar nama pulau ini pasti akan teringat dengan harumnya aroma Pala, sejarah panjang kolonialisme VOC di Indonesia hingga tempat pengasingan para pendiri negeri ini. Kayaknya pelajaran sejarah kelas dua SMP ini sebegitu melekatnya di benak kita bukan. Om Google’pun pasti setuju bahwa kepuluan yang satu ini memang tidak lepas dari sterotip rempah & sejarahnya,hhe.. Tapi jangan salah lo, ternyata keindahan bawah laut serta alam Banda – Naira sangat direkomendasikan untuk dieksplorasi. Setelah sebelumnya blog surfing dan tanya beberapa teman yang sudah pernah kesana, akhirnya Beta mengetahui bahwa menjejakaki kepulauan yang satu ini membutuhkan waktu sedikitnya 5 hari lamanya. Tentu saja dengan biaya yang lumayan harus dipersiapkan jika ingin menjelajah sendiri pulau-pulau kecil di sekitarnya. Intinya daripada libur yang Beta kumpulkan dari kantor hangus begitu saja, dengan modal t(n)ekat yang kuat Beta pun memutuskan single fighter untuk menjejakaki Banda – Naira. Oke, Ini baru semacam intro basa-basi ya Bro, catatan perjalanan sebenarnya selama 5 hari kedepan akan Beta tulis sepanjang blog ini, siapkan cemilan di samping kalian ya,,hha..
KM. TIDAR (Jadi ingat Gunung Tidar di Magelang,,hehe..)
Siapkan tiket, peta hasil googling & buku agenda untuk mencatat sedikit itinerary perjalanan Beta
             Sebenarnya ada beberapa alternatif transportasi menuju Banda Naira dan semuanya berawal dari pintu gerbang Ibu Kota Maluku; Ambon Manise. Kapal Pelni dari Pelabuhan Besar Yos Sudarso-Ambon dijadwalkan setiap 2 minggu sekali. Sementara kapal Cepat dari Tulehu & Pesawat Perintis kapasitas 10 orang dari Bandara Pattimura-Ambon dilayani 3 kali seminggu (Senin, Rabu, Jum’at) dengan jadwalnya yang sewaktu-waktu dapat ditunda / berubah. Nah, akses transportasi inilah yang membuat kenapa kalian harus menyiapkan minimal 5 hari untuk menjelajah Banda – Naira. Beta memilih menggunakan kapal Pelni dengan harga tiket Rp. 112.000,- untuk kelas ekonomi yang sengaja Beta pesan beberapa hari sebelum keberangkatan. Setelah berjuang mengurus “visa” (baca; surat sakti dari kantor) akhirnya hari yang dinanti tiba juga. Waktu menunjukan pukul 05.30 WIT dan ternyata kapal belum berangkat. Aaah...untunglah, blog ini tidak jadi bercerita tentang kisah naas tertinggal kapal..LOL! Tapi ya begitulah suasana kapal Pelni masih sama seperti saat pertamakali membawa Beta dari Semarang menuju kepulauan Alor kampung halaman Ayah persis 16 tahun yang lalu. Ribuan manusia kembali menjadi pemandangan yang Beta temui. Maklum Bung, kapal Pelni adalah satu-satunya harapan transportasi murah massal bagi saudara-saudara kita yang berada di kepulauan luar Indonesia. Walaupun demikian, sekarang ada beberapa fasilitas tambahan gratis di atas kapal Pelni yang bisa kalian nikmati. Seperti fasilitas Wifi, Mini Market  yang berada di dek paling atas kapal plus masih bisa update status dan kabar-kabar dengan keluarga di rumah bagi pengguna Telk*msel. Baru juga mendapatkan posisi pewe di atas dek kapal tiba-tiba handphone berdering “Ndre, kamu di mana, kami kehabisan tiket nih” duo gadis-gadis dari Ibukota djakartah yang dikenalkan oleh "Juru Kunci" Moluccan Backpacker a.k.a Bu Glen lewat sms rencananya juga akan ke Banda.  Beta mengarahkan mereka untuk mencari tiket tambahan yang dijual di pusat informasi di pelabuhan. Dan beruntungnya mereka mendapatkan tiket last minutes sebelum kapal berangkat. Walaupun akhirnya mereka bisa naik ke atas kapal dan beberapa kali sempat komunikasi via telepon, kami belum sempat  untuk bertatap muka. Siapa mereka sebenarnya, detailnya Beta akan bocorkan di bawah.

Terperangah oleh Gagahnya Gunung Api Banda
           Dengan kondisi gelombang laut yang bersahabat, Ambon – Banda Naira dapat ditempuh selama 8 jam perjalanan saja. Lama? Nggak juga, sepanjang perjalanan Beta nikmati dengan ngobrol-ngobrol dengan sesama penumpang yang memilih untuk lesehan di atas dek kapal membuat perjalanan tidak terasa karenanya. Sepertinya ada sesuatu yang menarik perhatian penumpang hingga semua orang memilih merapat sedekat mungkin di sisi kabin kapal. Akhirnya kami menemukan daratan setelah membelah lautan  selama 8 jam lamanya. Gunung api di tengah-tengah lautan lepas yang diapit beberapa pulau kecil membuat kami seolah-olah dibawa masuk ke dalam sebuah benua baru. Sinar matahari sore yang hangat menambah syahdunya suasana. Masih nggak nyangka akhirnya sampai juga di Pulau “Harta” yang termasyur itu. Untuk beberapa saat jadi membayangkan bahagianya para penjajah dari Portugal, Inggris dan Belanda saat menemukan kepulauan ini pertama kali,hha..
Gn. Api Banda mulai terlihat dari kejauhan
            Oke, sebelum berangkat, Beta memang sengaja untuk mencari tahu dimana lokasi pelabuhan, bandara & pusat kota Banda – Naira. Bagi yang pertama kali akan mengunjungi Banda pastinya binggung karena ada beberapa pulau lain yang saling berdekatan. Dan ternyata pusat aktivitas kepulauan Banda berada di Pulau Naira. Di Pulau inilah  semua aktivitas perdagangan dari jaman Hindia Belanda berlangsung hingga hari ini menjadikannya pusat kota yang strategis untuk melakukan bongkar muat rempah-rempah pada masanya. Kapal perlahan mendarat, Beta kembali mengirimkan pesan singkat kepada dua wanita yang terpisah saat naik ke kapal tadi yang intinya kami akan bertemu di Masjid Hatta yang berlokasi tepat di depan Pelabuhan Naira.
Gunung Api Banda dilihat dari atas dek kapal.. what a spectacular landscape :) 
#jejakakibeta...hehe.. :*


And finally, Banda - Neira BrOo..
Saatnya memperkenalkan kalian dengan orang-orang yang akan menghiasi sepanjang petualangan Beta kali ini. Ahmad Hasannela, putra Maluku yang satu ini baru saja menyelesaikan perjalanannya 150 hari mengelilingi Indonesia Timur yang sempat mengegerkan sosial media (sory ya Bro, agak hiperbolis dikit bolehkan,,wkwk) sampai blog ini di publish pun, pemilik akun instagram @NyongAmbon ini posisi sedang menjelajah Indonesia Timur Jilid 2, Mantab! Duet maut Endah & Vita baru saja 1 bulan mengekplorasi perjalanan Manado – Makassar hingga akhirnya menutup perjalanan panjang mereka di Maluku. Ano, sedang konsen dengan instagramnya yang berisi foto-foto berbagai keindahan tersembunyi di Banda – Naira lewat akun @anoo_13 nya. Uda Adriansyah adalah kepala Pelni Banda – Naira dari ranah minang  yang setelah diintrogasi ternyata lahir & besar di Jakarta,,hha. Sementara Tresna adalah putra asli Banda yang melengkapi perjalan dan pengalaman Beta kali ini. Beberapa rekan dari Ambon seperti Henny & Marisa juga menambah daftar pertemanan Beta selama di Banda. Bertemu dengan mereka, membuat Beta tersadar bahwa posisi Beta saat ini sedang bersama orang-orang yang istimewa. Sudah bisa dipastikan perjalanan kali ini akan menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan. Awal perjalanan ke Banda Naira sudah niat 110% untuk single fighter, namun  serentetan “kebetulan-kebetulan” yang memang direncanakan oleh-Nya membuat Beta semakin yakin, Tuhan bersama orang-orang yang berjiwa traveller. 
Formasi kurang lengkap; Uda Adriansyah not include :) foto : @kaoslenganpanjang
Hari sudah mulai malam, rombongan pria keren memutuskan untuk menginap di Rumah Tresna (yang akhirnya malah singgah berhari-hari,,hehe) Danke banyak Bro! Sementara wanita-wanita unyuk menginap di Vita Guest House yang berlokasi tidak jauh dari Pelabuhan Naira. Setelah sebelumnya membuat rapat kecil, kami berencana akan mengeksplorasi pulau-pulau kecil di seputar Banda – Naira keesokan paginya.
Salah satu bangunan kuno di Neira, saksi bisu sejarah panjang kepulauan rempah ini
Suasana kampung baru, tempat dimana Beta tinggal selama beberapa hari di keluarga Tresna
Menyambangi Tiga Pulau yang Memanjakan Mata
              Run, Ai, Nailaka, adalah tiga pulau yang bisa dibilang berdekatan. Jadi curiga, sepertinya mereka sahabatan juga deh,hhe.. Ternyata tidak setiap waktu ada speed yang menuju ke tiga lokasi menarik ini. Kalaupun ada, pasti speed tersebut digunakan untuk membawa muatan dan penumpang dari dan ke Pulau Aiy / Nailaka saja. Untuk menuju ke sana, speed boat bisa teman-teman sewa dengan harga antara 700 ribuan, sangat disarankan untuk datang berombongan biar bisa patungan  ya.  Karena beberapa dari kami memang tinggal di Banda, kami sepakat menyewa speed dari salah satu kolega yang sudah menjadi langganan. Speedboat perlahan melaju, amunisi dari tas masing-masing petualang dikeluarkan. Semua kompak untuk mendokumentasikan gagahnya Gunung Api Banda yang tepat hanya beberapa meter di samping kami, entah mengapa sebegitu menariknya Gunung Api ini dilihat dari berbagai sudut. Ah, aku harus menuju puncak ”icon” dari kepulauan ini, batin Beta. 
Pelabuhan P. Neira
Saking melimpahnya, satu kantong plastik ikan segar diharga Rp.10.000,- saudara...
*Sampai beberapa kali tanya ke penjualnya karena nggak percaya
Memang ya, untuk menuju kebahagiaan harus melewati jalur kesengsaraan. Sengsara karena kami harus berjuang melawan gelombang tinggi untuk menuju ke tiga pulau kecil ini. Sebenarnya pengemudi speedboat sudah berulang kali memperingatkan kami untuk berangkat lebih awal. Yah, namanya juga jam kareeeet.. gelombang pasang menjadi hadiah sepanjang perjalanan akibat ulah kami sendiri. Sedikit kuatir juga sih, palung laut Banda yang terkenal dengan kedalamannya yang belum terukur ini sedang  kami lalui di atas permukaannya #sereeem. “Tahu nggak kalau laut Banda terkenal sebagai salah satu palung laut terdalam di Indonesia?”  Oke, sepertinya Beta melemparkan pertanyaan bodoh ini kepada teman-teman di saat yang kurang tepat..hahaha...  
Gara-gara ombak besar, langsung teringat dalamnya palung laut Banda :(((( #sereeemm...
Perjuangan melawan gelombang laut  selama hampir satu jam lebih terbayar saat kami tiba di pulau Run, ya Pulau Run, pulau  yang sempat di tukar guling dengan New York itu. Ya iyalah, sebegitu berharganya Pala & Cengkih melebihi harga emas, pulau kecil ini sempat menjadi bahan rebutan Belanda dan Inggris. "Pada zamannya, sekantung pala bahkan bisa membeli sebuah rumah beratap kerucut di eropa"-Pulau Run; Giles Milton. Perjalanan menegangkan woth it lah, pantainya yang putih bersih plus air lautnya yang bening  dengan coralnya yang cantik menjadi santap siang yang memanjakan mata. Kami berhenti sesaat untuk bersnorkling ria, dan bodohnya (lagi) Beta tidak menyewa perlengkapan snorkle saat akan berangkat menuju spot snorkling ini :(  Pantesan aja, Endah & Vita rela repot bawa perlengkapan snorkle jauh-jauh dari Jakarta karena ya memang mereka mengincar spot istimewa ini #Sialll..Yap, air laut di seputaran lokasi snorkling kami memang dingin abiis.. Walaupun panas matahari menyengat kulit kami entah mengapa air laut sebegitu dinginnya hingga membuat kami menggigil. Tapi so far sih kami tetep seneng’lah..haha.. 
          Puas snorkling di spot pertama di Pulau Run, kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Nailaka. Nggak begitu jauh ko’, mungkin sekitar 10 menit perjalanan dengan speed juga sudah sampai. Istimewanya, pulau kecil tak berpenghuni ini memiliki pasir yang aduhai. Namun beberapa vegetasi pohon yang relatif rendah membuat kita susah berteduh dari sengatan sinar matahari. Sekalinya menemukan spot tempat berteduh, kami segera mengeluarkan nasi bungkus yang memang sudah kami persiapan saat akan berangkat dari Naira. Tapi tenang kawan, kami tetep bertanggung jawab dengan bungkusan sampah yang kita bawa dengan membawanya kembali ke atas kapal speed untuk kemudian dibawa pulang. Selesai santap siang semuanya sudah nggak sabar untuk foto-foto dong, saking senengnya kami sampai lupa diri dan menghabiskan banyak waktu di lokasi ini. Oh iya, di lokasi ini tidak ada spot snorkling ya, tapi landscape’nya yang juara memang bikin betah berlama-lama nongkrong di tempat ini.
Terlihat bukit hijau Pulau Run
Pulau Nailaka; Lokasi asik untuk foto2x, tapi terik mataharinya panass pool BrOoo... haha..
Nampak gunung Api Banda nun kejauhan *Entah mengapa aura gunung itu terlhat berwibawa dari berbagai lokasi
Dua spot sebelum pulau Aiy sepertinya memang menguras tenaga kami. Saat tiba di area snorkling Pulau Aiy rasanya sudah malas untuk kembali mencelupkan diri di dinginnya air laut Banda. Namun datang sebagai wisatawan, nggak sah rasanya kalau tidak menjajal spot snorkling yang satu ini. Yang namanya arus laut itu nggak bisa disepelekan, terlihat tenang dipermukaan namun ternyata menghanyutkan. Bagi yang kurang mahir berenang jangan sekali-kali melepaskan pelampung saat kalian snorkling ya. Agustus ini memang musim peralihan dari musim penghujan kemusim panas di Banda – Naira, yang pastinya berpengaruh juga dengan kondisi alam termasuk kondisi lautnya. Mengunjungi Banda – Naira di bulan September – November sangat direkomendasikan.
Snorkling di spot seputaran Pulau Ai
Aseli-nya sih gaya-gayaan coba berenang nggak pake Fin, tapi ujung2x'nya nyerah karena capek kebawa arus..hha..

Menghabiskan hari ke Tiga di Pulau Hatta
             Selamat pagi...tanpa terasa hari ke tiga Beta dan teman-teman menjelajahi Banda – Naira, dan gelombang tinggi kembali menemani pagi kami menuju Pulau Hatta. Seandainya tidak terhalang gelombang, pulau Hatta dapat dicapai dengan menggunakan speed boat selama 1 jam saja dari Naira. Jika sudah begini harus rela terombang-ambing (lagi) selama hampir dua jam lamanya. Sampai di lokasi ini kami di sambut dengan salah satu homestay di pinggir pantai yang ternyata ada jamuan makan siang selama kami singgah di sini...#rejeki_anak_soleh...
Rosengain Guest House; setelah baca beberapa buku  sejarah tentang Banda,
memang dulunya Pulau Hatta di sebut Pulau Rosengain :)
Katong makan patita dulu'eee.. hhe..
Juh-jauh ke tempat ini jangan sampai nyesel karena nggak bawa perlengkapan snorkling ya, panorama bawah laut di sepanjang bibir pantai Pulau Hatta memang sangat memanjakan mata. Oh iya, untuk menginap di guest house ini ternyata cukup terjangkau loh, hanya 150ribuan / malam / orang, pastinya worth it dengan pengalaman snorkling di pantainya yang juara.
Lokasinya tenang membuat nyaman berlama-lama di pantai ini :)
Selang beberapa meter dari pantai ini, koral warna-warni akan memanjakan setiap orang yang melihatnya :)))
Ini pertama kalinya Beta snorkling, dan Beta langsung jatuh cinta dengan Pulau Hatta. (Foto by @NyongAmbon)
              Bukan Beta namanyan kalo tidak “blusukan” ke kampung-kampung di sekitar guest house di Pulau Hatta ini. Dimanapun kalian berada selama itu masih di kepulauan Banda – Naira, yakin deh kalian akan menemukan cengkih dan pala di halaman rumah penduduk, demikian juga di Pulau Hatta ini. Puass itu adalah seharian mantai santai di pulau ini, enggan rasanya untuk kembali melempar sauh namun kabar baiknya adalah kami kembali dengan selamat dengan kondisi laut yang lebih bersahabat.
Suasana desa di Pulau Hatta
Rempah ada di mana-mana basudara..hahaha.. 
Selalu ada keceriaan anak-anak dimana ada "pendatang" seperti kami..hehe.. 
Full format *Foto : @ahmad_hasanela
Menyambut cahaya surga dari puncak Banda
          Gunung yang berada di tengah-tengah kepulauan ini sudah digambar dan ditulis dalam catatan perjalanan para pelaut dari zaman Hindia Belanda. Dari sudut manapun, gunung Api Banda memang menarik perhatian, kalau Beta bilang semacam landmark / icon kepulauan ini. Gunung Api Banda terakhir meletus pada tahun 1988, seolah menjadi pertanda bahwa gunung api yang satu ini masih aktif sampai sekarang. Tanpa terasa ini hari ke-empat Beta berada di kepulauan rempah ini, ketika ditawari untuk muncak ke Gunung Api oleh teman-teman, pastinya langsung semangat dong ibarat satu paket komplit’lah, dari wisata sejarah, kuliner, alam bawah laut, dan gunung semua sudah Beta jelajahi. Kami sepakat untuk tracking ke Puncak Gunung api Banda pagi-pagi sekali, antara pukul 5 pagi kami sudah berangkat. Untuk menyebrang dengan kating-ting (perahu tradisional) saat subuh seperti ini, jangan lupa untuk pesan sehari sebelumnya serta membuat janji dengan pemilik perahu ya.  Aaaah..sampai lupa, kapan ya Beta terakhir kali tracking, hhe.. yang pasti ini menjadi pengalaman kesekian kalinya bagi Tresna & Ano untuk kembali mendaki gagahnya gunung api ini. Gunung Banda memang terlihat “mungil”, tapi jangan salah lo, komposisi dari gunung yang satu ini adalah batu-batuan dan kerikil dengan tekstur yang bisa dibilang kurang bersahabat yang membuat tracking akan sedikit menantang. Dari pos satu sampai puncak komposisi itulah yang bakal teman-teman temui. Bagi pemula sangat disarankan untuk melakukan pemanasan kecil sebelum mendaki ke puncak ya. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam  dan selamat pagi Banda Naira, cahaya mentari yang tembus dari awan mendung menyambut kedatangan kami dari puncak gunung api ini. 
Mentari dari surga menyambut pagi kami
Yang membuat Beta semakin takjub adalah luasnya puncak gunung membuat kita bebas berlarian di atasnya..hhe.. Dari atas gunung ini, kita bisa melihat Pulau Banda besar, Pulau Naira, Pulau Pisang, dan beberapa pulau kecil lain nun kejauhan. Yup, selfie, narsis, atau apaun istilahnya sangat diperbolehkan dan hukumnya wajib, tapi ingat, keselamatan adalah hal yang paling utama. Beberapa kali feeling ini mengingatkan, apalah artinya foto indah jika kita pulang hanya tinggal nama, benar begitu bukan?hhe.. 
Memandangi pulau Neira :) Nampak landasan pacu Bandara Neira
Merdekaa!!! Foto : @kaoslenganpanjang
Setelah puas berkeliling, melepas lelah dan berdokumentasi rame-rame, akhirnya kami kembali karena panas terik dari atas gunung ini sangat terasa saat siang menjelang. Menapaki gagahnya gunung api ini sangat direkomendasikan khususnya bagi landscape hunter & tracking lovers <3

Segala kebaikan dan keindahan yang membuat enggan meninggalkan Banda - Naira
Sepertinya masih banyak hal yang harus kami jelajahi di hari terakhir ini. Sebelum kembali ke Ambon, Beta bersama Ahmad memang berencana untuk menyanbagi Pulau Banda Besar. Kami tiba di Pelabuhan Walang, menyambangi pembudidayaan Mutiara yang berada di lokasi ini. Oiya, kami juga bertemu dengan teman-teman UGM yang sedang KKN di sini loh. Setelah asik melihat pembudidayaan mutiara, kami melanjutkan perjalanan ke Lonthoir. Entah mengapa, perut kami sudah nggak bisa diajak kompromi. Kami memustuskan untuk mencari warung makan dan bertanya kepada masyarakat sekitar yang tengah menunggu perahu motor untuk menyeberang ke Neira dan begini kira-kira percakapan dengan kami :
K (Kami), IB (Ibu-Ibu Baik Hati)
K : Permisi Bu', ada warung makan yang ada di sekitaran sini nggak Bu?
IB : Ooh.. dimana ya, kalau di sekitar sini tidak ada Nyong (Mas), kira-kira jalan kamuka sana boleh
K : Wah, jauh nggak Bu?

IB : Ya lumayan Nyong kalau bajalan kaki
K : Oh, yasudah Bu, terimakasih ya Bu *Seraya pamitan
IB : Iya, sama-sama
..............................................................*Beberapa detik kemudian*...............................................................
IB : Sudah sini Nyong, beli ind*mi di pondok deng telur sudah, nanti masak saja di rumah Ibu too.
K : *Saling bertatapan, mikir nolak atau di terima; wah boleh Bu!!!!,,hehehe...
Kami membeli telur dan beberapa ind*mi untuk di masak di rumah Ibu tersebut. Oke, yang membuat kami "nggak enak hati" bukan karena kami numpang masak mie instant, Ibu-ibu tersebut dengan baik hati menawarkan nasi dengan lauk pauk lengkap yang disajikan di rumah. Masih dikasih bonus lagi dengan cemilan manisan pala handmade buatan sendiri lagi. Haduuh,,kalau sudah begini lain cerita jadi hutang budi namanya Bu',,hha...  Setelah ngobrol-ngobrol tentang asal muasal dan maksud kedatangan kami, kamipun berpamitan dengan Ibu tersebut dan keluarganya dan melanjutkan perjalanan menuju Benteng Holandia di Lonthoir. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan Ibu dan keluarga tersebut ya, batin Beta. 
         Perjalanan sejauh 2 kilometer dari Walang - Lonthoir telah kami susuri dengan berjalan kaki. Ahh.. lebay, 2 kilometer deket aja kali Om, hmm, perjalanan 2 kilometer ditemani teriknya sinar matahari Banda itu sesuatuu...untung kami tidak tepar pingsan (alah..). Selain membelah perkebunan Pala, Cengkih, dan Kacang Kenari, di sepanjang perjalan kami menemukan Benteng yang berada di pulau Banda besar ini, angka tahun romawi menunjukan bahwa benteng tersebut dibangun tahun 1600’an.. WOW.. memang benar-benar Pulau ini dulunya adalah kota bandar yang ramai.
Perkebunan Pala di Lonthoir
Bunga Pala & Biji Pala yang tengah di jemur di halaman / pinggir jalan rumah warga. 
Sesampainya di Pelabuhan Lonthoir, kami bertemu dengan beberapa teman yang sudah menunggu kami; Henny & Marisa. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami singgah di warung jajanan kecil sambil menunggu salah satu dari kami yang melaksanakan Ibadah Shalat Jum'at. Ada kejadian menarik (lagi) saat di warung tersebut, awalnya pemilik warung menawarkan kami untuk masuk ke dalam rumah. Kamipun menolak secara halus, mengingat kami hanya singgah sebentar saja sambil menunggu teman. Eh tiba-tiba Ibu-Ibu pemilik warung malah menyuguhkan kami satu porsi pisang goreng yang masih panas (yang baru diangkat dari penggorengan) lengkap ditemani dengan teh hangat. Aduuuuuh,,apa-apa'an ini Bu,,kalau sudah begini siapa yang tidak betah dengan keramahan masyarakat Banda Neira coba.. (>_<). Pokoknya Ibu harus bertanggung jawab kalau kami gagal move on dari sini dan ogah balik ya,,hha...  "Pada zamannya, sekantung pala bahkan bisa membeli sebuah rumah beratap kerucut di eropa"-Pulau Run; Giles Milton.
Ini bukan masalah jumlah pisang gorengnya yang diberikan kepada kami, ini adalah tantang ketulusan dan hospitality :)
 Selepas berpamitan dan mengucapkan terimakasih, kami melanjutkan menikmati keindahan Benteng Holandia yang berada di atas bukit tak jauh dari tempat warung kami berada. Awalnya kami agak ragu untuk mengunjungi Benteng Holandia karena lokasi dan bentuk fisiknya yang kurang meyakinkan. Setelah memasuki lebih jauh, ternyata dari benteng ini kami bisa melihat pemandangan Gunung Api Banda yang spektakuler. Letaknya yang berada di puncak bukit menawarkan pemandangan yang unik, landscape Gunung Api Banda yang dikelilingi oleh air laut terlihat sempurna dari lokasi ini.  Sayang, laut surut dan matahari tepat di atas kepala kami, kami kurang bruntung untuk melihat pemandangan Gunung Api Banda dari sudut terbaik di lokasi ini. Belum jodoh kali ya, menandakan bahwa kami harus kembali ke lokasi ini suatu saat nanti.
Pemandangan indah dari Benteng Holandia *Coba kondisi laut waktu pasang ya,,:) Foto : @ahmad_hasanela
Tanpa terasa, waktu sudah sore, kami harus kembali ke Naira untuk packing dan mengejar jadwal kapal yang akan membawa kami kembali ke Ibukota Provinsi Maluku. Oke, bukannya langsung balik yang terjadi malahan acara dadakan untuk mengunjungi menara mercusuar Banda yang pada akhirnya kejar-kejaran jangan sampai tertinggal kapal. Tapi view di mercusuar ini sangat rekomended untuk disambangi, khusus bagi kalian yang tidak phobia dengan ketinggian tentunya..haha.. 
Lokasinya mantab, sebenarnya bukan tempat umum / lokasi wisata sih. Boleh dikunjungi asal bertanggung jawab dengan tidak merusak / buang sampah semabarangan *Foto : @kaoslenganpanjang
Tapi bener, kepulauan yang satu ini memang  layak untuk diperebutkan dari jaman Hindia-Belanda Dulu. Bayangkan lo, there is only,, hanya ada satu lokasi di seluruh dunia tempat tumbuhan pala ini berada, ya di pulau ini; Banda - Neira sebelum akhirnya menyebar ke seluruh dunia. Mengunjungi kepulauan Banda itu ibarat paket komplit; dari wisata sejarah, kuliner, alam bawah laut, hiking, & budaya. Beta merekomendasikan teman-teman untuk mengunjungi lokasi yang satu ini. Salam Ransel!
Dan saatnya kembali pulang..Amatoo..
*Acara selama Agustus di Banda Neira
Sebagai tambahan, jangan lewatkan untuk menyaksikan beragam kegiatan masyarakat di Banda Neira selama hari kemerdekaan dinataranya : Pasar Malam, Lomba Baris Empang, Parade karnaval anak dan lain-lain. Dan berikut adalah dokumentasinya :)
Parade karnaval kemerdekaan anak-anak
Lomba baris empang oleh Pemuda di Neira
Pasar Malam di Neira *Hanya ada  di sepanjang minggu hari kemerdekaan RI
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih secara khusus Beta ucapkan kepada; keluarga Tresna beserta Nenek di kampung baru yang bersedia membuka pintu rumahnya bagi kami untuk singgah selama beberapa hari selama di Banda. Uda Adriansyah & Ano untuk rekomendasi destinasi-destinasi tersembunyi yang ada di Banda. Tanpa basudara dong samua, Beta seng dapa bacarita banyak di blog ini. Dangke Banyak'ee..!

FJI, FOR JEJAKERS INFORMATION
1. Tiket kapal Pelni dapat di pesan di kantor cabang terdekat di daerah kalian ataupun di travel agent namun Beta   sarankan untuk membelinya di kantor Pelni. Selain dapat mengetahui update terbaru mengenai jadwal kapal, selisih harga  adalah salah satu pertimbangannya. Jadwal kapal terupdate dapat dicek melalui webite : www.pelni.co.id
2. Ambon – Banda menempuh perjalanan kurang lebih 8 jam. Sangat disarankan untuk membeli makanan / minuman secukupnya dari pelabuhan untuk menemani perut selama perjalanan.
3. Penikmat pemandangan bawah air & landscape harus membawa perlengkapan perang ya, hha.. Kalu nggak bakalan nyesel banget! Kamera under water & kamera hi-rest (nggak harus SLR, karena percikan air laut dapat membuat korotif) adalah beberapa tools yang disaranka untuk dibawa. Kalau punya kamera G*-Pro yang lagi hip itu, sangat rekomended untuk digunakan.
4. Penyewaan alat snorkling dapat ditemui dibeberapa tempat. Harga relatif terjangkau, Rp. 50.000,- untuk sepaket alat snorkle & fin yang bisa dipakai seharian. *Saran sih bawa alat snorkling sendiri lebih nyaman deh
5. Gunakan sun block jika kulit kalian tidak ingin terbakar, perih & terkelupas sama seperti yang Beta alami. Panas teriknya Banda sungguh ruaarrrbiasa..hha.. 
6. Penginapan di Naira rate antara 150 – 700rb’an per malam, pilih sesuai dengan budget yang kalian inginkan, pastinya ada harga ada fasilitas ya.
7. Perlu diketahui bahwa di Naira tidak ada angkot, sewa motor bisa menjadi pilihan untuk mengelilingi setiap sudut Kota / Pulau Naira. Kalaupun mau jalan kaki sore-sore untuk berkeliling boleh’lah, harus siap dengan kaki yang sehat,,haha..
8. Harga makanan kalau menurut Beta jauh lebih murah daripada di Ambon. Carilah makanan khas Banda seperti makanan dengan ragam olahan Pala. Ikan Kuah Pala, Pancake Pala, Selai Pala dan beberapa olahan makanan lokal yang bisa kalian dapatkan di Pasar Naira.
9. Mengunjungi Banda - Naira disarankan berombongan, agar dapat share cost untuk penyewaan kapal motor.
10. Transaksi ATM / Bank juga sangat terbatas. Kalau tidak salah hanya ada Bank BRI deh di sana (semoga Beta salah). Siapkan uang yang cukup untuk kebutuhan selama di Banda-Neira.
11. Jika teman-teman dari Jakarta, pastikan sim card Anda menggunakan provider Telk**sel. Ini akan mempermudah komunikasi teman-teman selama di sana.
12. Ada beberapa tempat Dive Center di Banda yang bisa teman-teman kunjungi. Bisa Googling dulu untuk mendapatkan refrensinya.
13. Kurang lengkap rasanya jika tidak menjelajah Neira dengan mengunjungi museum-museumnya (Pengalaman pribadi)

-