Nusa Laut, secara geografis berlokasi tidak jauh dari Pulau Ambon
dan bisa dibilang salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Pulau-Pulau
Lease (Pulau Saparua, Pulau Haruku dan Nusa Laut). Nah, diantara tiga serangkai
ini, hanya satu saja yang Beta belum berkesempatan untuk mengunjungi’nya. Ya,
karena memang Nusa Laut atau dalam bahasa lokal disebut Pulau Anyo-Anyo (pulau
kecil yang mengapung) letaknya yang paling jauh diantara dua sahabat’nya. Jadi
Beta harus memperhitungkan waktu yang tepat untuk menjejaki pulau kecil yang
penuh dengan sejarah ini.
Sabtu pagi, Beta bergegas menuju Pelabuhan Waai dari Kota Ambon.
Walaupun berada satu daratan dengan Ambon, secara administratif, Pelabuhan Waai
terletak di Kabupaten Maluku Tengah. Dari titik keberangkatan, kapal Fery harus
singgah terlebih dahulu di Pelabuhan Kulur (Pulau Saparua), Pelabuhan Pulau
Nusa Laut dan berakhir di Kota Masohi di Pulau Seram. Perjalanan dari Waai ke
Nusa Laut ditempuh selama kurang lebih 6 jam perjalanan. Kapal berangkat pukul
09.00 WIT dan akhirnya tiba di Nusa Laut pukul 15.00 WIT, Beta langsung dijemput
dengan ojek untuk menuju rumah salah satu kolega yang terletak di Desa / Negeri
Sila.
Janji adalah Hutang
Lagi - lagi, selalu ada alasan untuk datang ke sebuah destinasi di
Maluku. Sebagai penikmat sejarah, Beta berniat untuk melihat lebih dekat
gereja-gereja tua (peninggalan masa penjajahan) yang tersebar di Pulau
ini.Setidaknya teredapat enam gereja tua yang tersebar di tujuh
desa di Kecamatan Nusalaut, yaitu:
· Gereja Beth Eden (1817) di Desa Ameth
· Gereja Bethesda (1900) di Desa Akoon
· Gereja Irene (1895) di Desa Abubu
· Gereja Eben Haezer (1826) di Desa Titawaai
· Gereja Sion (1820) di Desa Nalahia
· Gereja Eben Haezer (1715) jemaat Desa Sila dan
Leinitu.
Hampir 99% penduduk yang tinggal di Nusa Laut beragama Kristen
Protestan.
Suara lonceng Gereja Tua Eben-Heazer (gereja di samping rumah singgah kami) berdentang. Bukti bahwa ibadah minggu di seluruh pulau ini akan di mulai serentak, yakni pukul 09.00 pagi. Awalnya Beta dan salah satu rekan bernama Rezika berencana untuk mengikuti ibadah di Gereja Tua di Desa Abubu; berlokasi kurang lebih 30 menit dari tempat kami tinggal. Namun pagi itu hujan sangat deras sekali dan tidak memungkinkan untuk berangkat, jadi kami memutuskan untuk beribadah di gereja samping rumah yang kebetulan gereja ter-tua di Pulau ini (sekaligus di Provinsi Maluku) yang Beta sebutkan di awal.
Tampak luar Gereja Ebenheazer gagah dengan temboknya yang tebal |
Salah satu sudut yang menurut Beta sangat cantik dengan latar menara loncengnya.. |
Prasasti Gereja yang ditemukan saat renovasi gereja yang ber-angka tahun 1715 |
Mimbar dan bagian lain interior masih asli, walaupun beberapa sudah melalui renovasi beberapa kali |
Perjalanan Mengelilingi Pulau
Perjalanan Beta dimulai
dari Negeri Sila-Leinitu menuju Negeri Titawai. Perjalanan dapat ditempuh
kurang lebih 15 menit dan mengantarkan Beta sampai di Gereja Heazer Titawai,
namun Beta mengurungkan niat untuk mendokumentasikannya karena saat itu sedang
diselenggarakan kegiatan di dalam gereja. Beta melanjutkan perjalanan dan
sampailah di Negeri Abubu. Nah, di Abubu inilah kampung halaman Pahlawan
Nasional Christina Martha Tiahahu berasal. Terdapat monumen Martha Christina
yang beberapa waktu lalu baru saja diresmikan sebagai penanda perjuangan
Srikandi dari timur ini. Karena keterbatasan waktu, untuk sejarah perjuangannya
belum bisa Beta ulas, namun teman-teman dapat mecari informasi lengkapnya di
Google.
Berfoto di monumen pengingat perjuangan Srikandi dari Timur |
Tidak jauh dari lokasi
Patung Christina, terdapat Gereja Tua Irene, setelah izin petugas gereja,
akhirnya Beta dapat diizinkan masuk untuk mendokumentasikan ruangan di
dalamnya. Aah.. andaikan pagi tadi tidak hujan, pasti Beta dapat berkesempatan
untuk beribadah di gereja dengan mimbar'nya yang unik ini.
Mimbar Gereja Irene dengan detail ornamen bintang. Mungkin terdapat makna khusus ya. Bagi Beta, simbol ini mengingatkan kita pada bintang di Timur penanda kelahiran Kristus |
Bercengkrama dan berdiskusi tentang sejarah Gereja Irene dengan penatua / petugas dari gereja. |
Interior di dalam gereja dengan kursi kayu yang panjang dapat menampung seluruh jemaat di Negeri Abubu |
Ciri khas gereja-gereja di Maluku, terdapat mimbar untuk Raja - Raja. Warna pastel dan ukirannya yang sederhana, namun menjadi vocal point di dalam gereja ini. |
Sebelum sampai di Negeri Ameth, kami sempat berhenti sejenak di Negeri Akoon. Disini teman-teman dapat melihat Batu Kapal, dermaga speed boat masyarakat setempat dengan batu yang mirip kapal menjadi latar'nya. Karena sudah terlalu sore dan awan mendung menaungi, kami hanya singgah dan foto saja dan bergegas menuju Gereja Beth Eden di negeri Ameth. Beta sangat bersemangat setelah memperoleh izin dari Pendeta / penatua untuk mendokumentasikan interior gereja tersebut.
Interior Gereja Beth Eden di Negeri Ameth. Dari beberapa gereja di Nusa Laut, menurut Beta gereja ini yang masih sangat otentik. |
Mimbar dengan partisi kayu dan tirai, sangat sederhana sekaligus masih terasa otentik |
Salah satu ciri khas gereja tua di Maluku, dengan ruang kubah bervolume di area tengahnya |
Sejujurnya mengelilingi Nusa Laut dan memasuki gereja tua di setiap negeri tidak bisa dilakukan secara marathon / dalam waktu singkat. Jika teman-teman perhatikan, hanya Gereja Ebenheazer di Negeri Sila saja yang sempat Beta dokuemntasikan bentuk fisik bangunannya dari luar. Selain karena cuaca yang tidak mendukung, kapasitas memori HP juga menjadi kendalanya. Beta hanya berkesempatan untuk melihat tiga dari enam gereja tua yang berada di pulau ini, itupun setelah proses perizinan Pendeta maupun Penatua / pengurus gereja. Sisanya hanya dapat saya nikmati keindahannya dari luar, walaupun rata-rata sudah banyak berubah karena renovasi dan demi kenyamanan beribadah jemaat. Yang penting nazar sudah terlaksana itu sudah cukup bagi Beta..hhe..
Sebenarnya banyak hal di Nusal Laut (khususnya wisata bawah airnya) yang bisa di eksplore. Alamnya yang masih alami masih menyimpan rasa penasaran dan msteri bagi Beta,, ya, tapi sekali lagi Beta tidak berani berjanji untuk berkunjung lagi ke pulau ini suatu saat nanti.. hhe..
Bersama Kaka Karen & Rezika di Batu Kapal Akoon. Terimakasih untuk hospitality'nya selama Beta di Nusa Laut |
Ucapan Terimakasih Kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
atas segala perlindungannya
2. Rezika Juniko Uspessy
untuk bantuan dan segala informasi hingga bisa mengantarkan beta untuk
mengunjungi Nusa Laut
3. Keluarga Bapak Poli Kiriwenno beserta istri Ibu Pdt. Rina kiriwenno dan keluarga yang telah membukakan pintu rumahnya untuk tempat tinggal saya selama di Nusa Laut
4. Bapak / Ibu Pendeta serta penatua di beberapa gereja yang beta kunjungi atas perizinan dan akses yang boleh Beta terima
Estimasi Biaya Perjalanan
Ferry Berangkat :
Ambon - Nusa Laut : 45.000,- (Melalu
Pelabuhan Ferry Wai)
Rute & Jadwal Keberangkatan 7.30 (Waai)
-> 12.30 (Kulur) -> 14.00 (Nusa Laut)
Senin, Selasa, Sabtu
Ferry Pulang :
Nusa Laut - Ambon : 45.000,- (Pelabuhan
Nusa Laut)
12.00 (Nusa Laut) -> 19.00 (Waai)
Kamis, Sabtu, Minggu
(Turun di Amet)
Speed Berangkat :
Tulehu - Nusa Laut : 75.000,- (Turun di
Negeri Titawai)
Senin & Sabtu : 06.00 (Tulehu) -> 08.00 (Titawai)
Speed Pulang :
Nusa Laut (Titawai) - Tulehu : Rp.
75.000,-
Senin 06.00
Jejakers
Information :
1. Jangan janji jika ingin berencana pergi ke
Pulau ini. Jika sudah terlanjur janji, segera di tepati ya. Pun selama di Nusa
Laut jangan sembarang umbar janji untuk mendatangi suatu tempat ya..
2. Siapkan uang tunai yang cukup karena
setahu saya tidak ada ATM di Nusa Laut. Yang saya lihat hanya beberapa gen
BRI-Link di beberapa rumah / kios. (koreksi jika salah)
3. Nusa Laut adalah salah satu lokasi yang
sering dikunjungi untuk spot diving turis mancanegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar