Pulau Tam? Ya, terdengar asing di telinga bukan, tidak hanya bagi orang awam, masyarakat Maluku'pun juga jarang mendengar daerah ini. Pulau Tam tergabung pada gugusan di kepulauan Kei, namun secara administratif masuk dalam wilayah Kota Tual. Perjalanan ke Pulau Tam Beta mulai dari Ambon menggunakan Kapal Pelni. Oh iya, perlu teman-teman ketahui bahwa perjalanan kali ini Beta lakukan pada masa pandemi. Tentunya syarat-syarat kelengkapan kesehatan seperti Rapid Test Antigen, Kartu Kuning (Kartu Pemeriksaan kesehatan di Pelabuhan) serta Vaksinasi telah Beta lengkapi semua.
Tiket berikut berkas Rapid Tes dan Kartu Kuning |
Penginapan Cahaya Tual menjadi andalan tiap kali Beta ke Tual (Bangunan tiga lantai dengan tembok berkeramik putih) |
Selalu tekankan, ada harga ada fasilitas ya. Salah satu tipe kamar yang Beta tempati di penginapan Cahaya. |
Nyasar dan Susah Sinyal
Kapal Fery Tanjung Madlahar sebagai andalan masyarakat untuk bertransportasi ke pulau-pulau kecil di Kepulauan Kei |
Tempat duduk untuk kelas ekonomi |
Tampak muatan dalam Kapal Fery |
Material bangunan banyak ini sejatinya material untuk pembuatan masjid di Pulau Kaimer |
Semua material diangkat manual dengan tangan. Dampaknya, tentu saja membutuhkan waktu berjam-jam untuk memindahkan'nya manual dari Kapal Fery ke Speed Boat |
Bertemu dengan Para "Pelaku Budaya"
Rasanya belum tuntas tubuh ini me-recovery perjalanan nyasar satu hari
yang lalu. Tapi, pagi ini (Sabtu) Beta kembali bergegas untuk mengejar kapal
Fery dari Tual menuju Pulau Tam. Setelah menempuh kurang lebih 6 – 7 jam
perjalanan, akhirnya Beta sampai tujuan. Selama di atas kapal, Beta berkenalan
dengan beberapa penumpang lainnya. Sebagai bonus SKSD (Sok Kenal Sok Deket);
Beta bersekempatan mendapat tumpangan speed gratis saat menyeberang menuju
pessir pantai..hhe.. Selama di Pulau Tam, Beta tinggal di rumah salah satu kolega,
yakni keluarga Mantreanubun. Tentu saja, tak lupa untuk melapor diri ke Bapak
Sekretaris Desa setempat.
Speed Boat yang membawa penumpang dari Fery ke pesisir |
Pulau Tam, Desa Ngur Hir |
Gerabah Ub (Tempat Air) yang tebuat dari komposisi Tanah Liat dengan campuran sedikit pasir halus, diuleni sampai kalis; kemudian dibentuk dan dianginkan selama dua minggu |
Mama Siti Hajar dengan gerabah Ub karyanya |
Mama Siti Johora sangat senang saat Beta membeli gerabahnya.. |
Mama Sarinah membuat asbak dan juga mainan anak-anak berbentuk ayam |
Mama Widat berkesempatan menunjukkan sekuruh karyanya. Bahkan Mama Widat masih membuat gentong ukuran besar untuk tempat air lo.. |
Saat Beta bertanya ke salah seorang anak perajin, mereka menjawab tidak bisa membuat kerajinan ini. Beberapa hal yang membuat kerajinan ini tidak ter-regenerasi adalah kurangnya peminat (pembeli). Karena fungsinya sudah tergantikan dengan perlengkapan yang lebih modern, permintaan sebenarnya ada, namun tidak banyak. Rata-rata masih didominasi oleh kolega maupun instansi terkait sebagai barang kenangan, media promosi pariwisata dan pajangan. Harga satu Ub biasanya dijual mulai dari puluhan ribu (ukuran sedang) sampai 100ribu'an (untuk ukuran besar). Karena dikerjakan disela waktu luang, kerajinan ini dilihat sebagai barang yang kurang memiliki nilai ekonomis lagi. Padahal gerabah ini sebenarnya memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Jika tidak ada regenerasi, sangat dikhawatirkan jika nantinya akan berakhir menjadi benda pajangan penanda zaman di museum. Sungguh sangat disayangkan memang, problema yang sama saat Beta berkunjung ke salah satu sentra gerabah lain di Desa Banda Eli; Pulau Kei Besar. Oh iya, sebagai apresiasi, Beta sempat membeli beberapa hasil karya mereka. Senyum simpul'pun merekah; pengrajin senang, pembeli'pin juga senang.. semuanya senang.. hhe
Salah satu inovasi Mama Siti Hajar; membuat pot dan vas bunga |
Setelah melihat proses pembuatan gerabah, dan bertemu dengan para “Pelaku
Budaya”, tidak banyak akhtivitas yang Beta lakukan di Pulau Tam. Sebenarnya ada
Goa tempat masyarakat mengambil air di pulau ini, tapi… panasnya Pulau Tam di
siang hari adalah waktu yang pas untuk “balas dendam” istirahat yang belum
terlampiaskan karena nyasar kemarin..hhe..
Pulang ke Tual dan bertolak ke Ambon
Pulau Nunya'i, dapat ditempuh dengan speed boat dari Tual selama tiga jam |
Setelah perjalanan tiga jam (dengan basah kuyup selama perjalanan) kami
akhirnya sampai Tual. Sesampainya di Tual, Beta berpisah dengan Kaka’ Dino, dan
secepat kilat langsung melakukan rapid tes, membeli tiket kembali ke Ambon
sekaligus packing.. Sungguh perjalanan kali ini bisa disebut marathon
trip..hhe..
Demikian perjalan Beta, semoga
dapat menginspirasi teman-teman untuk berkunjung juga ke Kepulauan Kei khususnya Pulau Tam. Beta
sudah tiga kali ke Kepualau Kei dan selalu saja alasan untuk kembali dan
kembali lagi.. Wait for me (again) Kei..
Ucapan Terimakasih
Yuk, intip video perjalanan Beta :
Estimasi Biaya Perjalanan
Tiket Ambon - Tual (Kapal Pelni): Rp.290.000 / Orang (tipe tempat tidur ekonomi)
Jadwal dan pemesanan bisa cek di : www.pelni.co.id
Atau datang langsung di Travel Agen di sekitar pelabuhan
*Jadwal dapat berubahsewaktu – waktu
Tiket Kapal Fery (Bahtera Nusantara)
- Rp. 300.000 / Orang
(untuk tipe tempat duduk)
- Rp. 400.000 / Orang (untuk tipe tempat tidur)
Kontak / Pemesanan :
Agen Cabang Ambon :
Jl. Wem Reawaru No. 29 B (Belakang Kantor Gubernur Maluku)
Kontak : 081247100053
Agen Cabang Tual :
Jl. Pattimura - Tual
Kontak : 085242230412
Jadwal :
Ambon – Tual : Kamis
Tual – Ambon : Sabtu
*Jadwal dapat berubahsewaktu – waktu
Tiket Fery Tual – Pulau Tam :
Rp. 45.000 / Orang
(untuk tipe tempat duduk ekonomi)
Datang langsung di loket pelabuhan satu jam sebelum kapal berangkat
Jadwal :
Tual – Tayando – Tam : Kamis & Sabtu : 08.00 WIT
Tam - Tayando - Tual : Kamis & Sabtu : 14.00 WIT
*Jadwal dapat berubah sewaktu - waktu
Sewa Speed dari Tam menuju Tual : Rp. 200.000 / Orang (tergantung kondisi / jumlah penumpang)
Penginapan di Tual :
Penginapan Cahaya di Tual mulai dari : Rp. 150.000 / Hari *Twin share untuk 2 orang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar